3 Dasawarsa So Klin Jadi Andalan Keluarga Indonesia
Jakarta, Laras Poss Online - Di industri toiletris Tanah Air, ada tiga pemain besar yang merangsek dan menguasai pasar: Unilever, Procter & Gamble (P&G), dan Wings. Pemain yang disebut pertama dan kedua adalah perusahaan multinasional. Pemain ketiga adalah pemain lokal yang mampu bertengger di puncak dan menandingi raksasa toiletris dunia. Dengan bendera PT Sayap Mas Utama, PT Wings Surya dan PT Lioninda Jaya, puluhan produk keluaran kelompok usaha yang bermarkas di Kota Buaya ini, sudah sangat familier di tengah masyarakat. Sebut saja detergen Wings, Giv, Nuvo, Ciptadent, Kodomo, Mama Lemon, So Klin, Daia, Smile Up, dan masih banyak lagi produk toiletris lainnya.
Hampir semua produk toiletris Wings menempel ketat produk sejenis milik raksasa Unilever. Sekadar menyebut contoh: Nuvo dengan Lifebuoy, So Klin dengan Rinso, So Klin Pewangi dengan Molto, Sunlight dengan Mama Lemon. Di mata Handito Joewono, Chief Strategy Consultant Arrbey, produk toiletris Wings memang terbukti memiliki posisi yang cukup kuat di pasar. Wings cukup mampu menghadapi pemain asing seperti Unilever. Menjadi nomor satu atau dua ungkapnya.
Kedigdayaan Wings tak hanya di ranah toiletris yang mampu membuat raksasa toiletris dunia Unilever ketar-ketir. Di industri makanan pun, raksasa Indofood dibuat kalang kabut dengan kehadiran Mie Sedaap yang diluncurkan Wings pada April 2003. Hanya dalam tempo setahun, Mie Sedaap berhasil mencuri 12% pangsa pasar Indofood. Meski tidak ada data angka, pertumbuhan Mie Sedaap terus melejit. Hal ini terlihat dari penambahan mesin dan kapasitas produksi di dua pabrik Gresik dan Bekasi. Tak pelak, Indofood yang selama ini melenggang sendirian tertohok dan secara agresif langsung meluncurkan tiga merek tandingan: Mie Sayaaap, Sarimi dan SuperMi Sedaaap. Selain merangsek pasar dengan Mie Sedaap, Grup Wings juga membombardir pasar dengan produk minuman Jas-Jus dan Ale-Ale. Kedua produk ini terlihat cukup mengkilap di pasar.
Tak hanya berjaya di bisnis toiletris dan makanan. Kelompok usaha yang dibangun oleh duet Johanes Ferdinand Katuari dan Harjo Sutanto pada 1948 ini telah menggurita ke berbagai sektor. Kelapa sawit, perbankan, bahan bangunan, kimia, dan properti pun dirambahnya. Di bisnis properti, Grup Wings memiliki sejumlah proyek perumahan prestisius, sebut saja Raffles Hill di Cibubur yang diambil alih dari PT Gunung Subur Sentosa karena kesulitan likuiditas saat krismon 1998. Di Surabaya, Grup Wings membangun perumahan Nirwana Executive, Palem Indah, dan Palem Indah Permai.
Properti ritel komersial juga dilirik. Bergandengan dengan raksasa rokok Grup Djarum, mereka membesut Pulau Gadung Trade Center lewat bendera PT Nagaraja Lestari. Tak hanya di proyek tersebut kolaborasi dua raksasa itu, kabarnya di proyek Superblok Grand Indonesia Jakarta pun, Grup Wings punya andil cukup besar. Boleh jadi kolaborasi ini dipicu karena mereka menjalin hubungan besan. Masih di bisnis properti, Grup Wings juga mengibarkan Apartemen Patra Maisonette di Jakarta.
Di bisnis bahan bangunan, Grup Wings mengembangkan keramik lantai dengan merek Milan (Milan Ceramics) sejak tahun 1989. Selain memproduksi Milan, di bawah PT Adyabuana Persada juga mengembangkan merek Hercules. Selain itu, bergandengan dengan Siam Cement (Thailand) sejak 1997 Grup Wings masuk ke bisnis papan gipsum dan plester gipsum. Menggunakan bendera PT Siam-Indo Gypsum Industry, merek yang dikembangkan adalah Elephant. Masih bermitra dengan Siam Cement, lewat PT Siam-Indo Concrete Product, Wings memproduksi bahan semen fiber untuk pengatapan. Selain itu, Wings pun merambah bisnis genteng keramik clay dengan merek M-Class.
Di sektor keuangan, Grup Wings masuk ke bisnis sekuritas dengan mengakuisisi PT UOB Kay Hian Securities pada 1994. Tahun 2001, Wings kembali mengibarkan perusahaan sekuritas dengan bendera Ekokapital Sekuritas. Di sektor keuangan, Wings juga mengibarkan Bank Ekonomi. Tahun lalu, 98,96% saham Bank Ekonomi dijual ke HSBC dengan nilai sekitar Rp 7 triliun.
Dengan gurita bisnis tersebut, diperkirakan total kekayaan Grup Wings mencapai Rp 13 triliun. Dan, sejak 2006, keluarga Katuari sudah masuk 10 besar pengusaha terkaya di Indonesia versi Majalah Forbes. Menurut Handito, meski masuk ke berbagai ranah bisnis, Grup Wings masih akan fokus pada dua bisnis utamanya: toiletris dan makanan. Mereka memiliki komitmen yang sangat besar dalam membesarkan kedua bisnis tersebut. Dan hasilnya cukup terlihat, di mana Wings cukup mampu menghadapi pemain-pemain asing seperti Unilever,
Handito menegaskan. Menurut Handito, penting bagi Grup Wings terus memperhatikan dua pilar yang telah melambungkan perusahaan yang berawal dari home industry menjadi raksasa bisnis ini. Grup Wings tidak boleh kehilangan konsentrasinya dalam mengembangkan dua pilar bisnis yang memiliki banyak ragam jenis produk. “Bagaimanapun Wings adalah salah satu raja toiletris dan calon raja makanan,� ungkapnya.
Dalam pengamatannya, saat ini posisi produk makanan Wings memang belum sebesar produk toiletrisnya. Bukan berarti, Wings tidak mampu membesarkan usaha makanannya itu. Ia melihat dalam lima tahun terakhir ini Wings memang terlihat berusaha membesarkan usaha makanannya hingga mampu menjadi ancaman bagi para pesaing yang telah ada sebelumnya. Lihat saja gebrakannya lewat Mie Sedaap yang membuat Indofood kebakaran jenggot karena pangsa pasar Indomie tergerus.
Senada Handito, pengamat pemasaran Yadi Budhisetiawan dari ForceOne juga menilai keunggulan Grup Wings memang pada bisnis fast moving consumer goods (FMCG) yang menjadi bisnis inti Grup Wings. Ia menilai pertumbuhan grup ini sangat fenomenal. Pertumbuhannya bisa sampai 20% per tahun. Itu sangat fenomenal karena jika dihitung inflasi saja 6%, bisa tiga kali lipat dari inflasi, ujarnya.
Ia melihat ada tiga faktor yang melatarbelakangi kesuksesan di bidang ini. Pertama, Wings menghasilkan produk yang terjangkau masyarakat luas. Kedua, kuat dalam jaringan distribusi sehingga ketika meluncurkan produk baru lebih mudah dengan dukungan distribusi yang luas dan dalam. Ketiga, menguasai industri oleochemical sehingga industri toiletris bisa dikuasai.
Kekuatan Grup Wings di bisnis toiletris karena menguasai juga bisnis hulunya. Wings memang sangat visioner dan mempunyai konsep yang jelas dalam mengarap industri. Pola ekspansi Grup Wings biasanya dengan lebih dulu menguasai industri hulu sebelum menggarap hilirnya. Nah, di industri hulu yang menjadi kekuatannya, Grup Wings menjadi produsen alkylbenzene bahan baku utama detergen � terbesar di Asia Pasifik lewat PT Unggul Indah Cahaya. Dengan kapasitas terpasang lebih dari 200 ribu metrik ton per tahun, perusahaan ini memasok Wings dan sejumlah produsen lokal, serta melempar ke negara ASEAN, Eropa, Amerika Serikat dan Australia.
Masih di industri hulu, Grup Wings bergandengan dengan Grup Djarum dan Grup Lautan Luas membeli Ecogreen Oleochemical dari Grup Salim. Ecogreen adalah produsen oleochemical terbesar di dunia dengan kapasitas produksi lebih dari 100 ribu metrik ton per tahun. Oleochemical adalah bahan baku industri perawatan tubuh, sabun, detergen, makanan, plastik, farmasi, dan berbagai industri lain. Produksi Ecogreen, 95% diekspor dengan pasar utama negara Asia (50%) seperti Jepang, Cina dan Korea; Eropa (20%); dan AS (20%).
Sejatinya, tak hanya produk Ecogreen yang diekspor. Produk toiletris dan makanan juga mendapat respons cukup bagus di pasar mancanegara. Menurut pengamatan Yadi, produk toiletris Grup Wings sampai ke pasar Afrika. Ia mengatakan, untuk pasar global memang Grup Wings belum bisa disejajarkan dengan pemain seperti Unilever karena masih tumbuh di pasar negara developing dan underdeveloping. Namun, untuk masuk ke pasar negara berkembang ini upaya Wings dengan penetrasi produk detergennya cukup brilian karena masuk dengan ukuran kecil, ½ kg dan 1 kg. Bandingkan dengan produsen asal AS atau Eropa yang mengemas produk detergennya berukuran 3-5 kg.
Untuk bisa menjadi pemain global dan bisa disejajarkan dengan perusahaan sekelas Unilever, Yadi menyarankan agar Grup Wings terus meluaskan pasarnya ke negara berkembang yang jumlah penduduknya banyak seperti Amerika latin, India, termasuk ke Cina. Sementara Handito menyarankan agar Grup Wings membangun merek dan tim pemasaran di luar negeri untuk lebih bisa menggarap pasar luar. Ia menandaskan, jaringan distribusi ke luar negeri perlu diperkuat. “Saya harapkan Grup Wings bisa jadi seperti P&G-nya Indonesia,� katanya.
Menurut A.B. Susanto, Managing Partner The Jakarta Consultant Group, kelompok usaha yang sekarang dimotori generasi kedua Katuari ini sudah menunjukkan eksistensinya di pasar regional.Beberapa produknya diekspor ke beberapa negara, imbuhnya. Untuk menjadi pemain global, menurutnya, harus mempunyai visi yang diikuti dengan perencanaan strategi perusahaan yang bagus. Dari rekam jejak perjalanan Grup Wings, kelompok usaha ini dijalankan dengan visi dan konsep yang jelas.
Menurut Yadi, Grup Wings yang tumbuh dari bisnis keluarga ini unik sekali karena melibatkan semua keluarga, sampai om, tante, dan keponakan pun dilibatkan.Mereka bisa kompak bekerja menumbuhkan perusahaan katanya. Berbagai kalangan memang menilai meski perusahaan keluarga, Wings sangat solid. Meski menguasai kepemilikan, di beberapa perusahaan keluarga Katuari tak selalu menjadi pucuk pimpinan. Sejauh ini Handito menilai, keluarga Katuari men-treat bisnisnya dengan profesional. Mereka juga banyak menggunakan tenaga profesional di perusahaan.Dan hasilnya terlihat dari pencapaian mereka sejauh ini, ujarnya...
MENCUCI pakaian adalah aktivitas yang selalu dilakukan hampir setiap hari oleh seluruh masyarakat, baik wanita maupun pria.
Umumnya kegiatan mencuci ada yang dilakukan secara tradisional yaitu dengan menggunakan tangan, atau mesin cuci.
Pemilihan deterjen untuk digunakan saat merendam dan mencuci pakaian pun beragam. Ada yang menyukai deterjen bubuk hingga deterjen dengan jenis liquid.
"Pada kalangan bawah umumnya mereka memilih deterjen berbentuk bubuk, karena sudah tradisi mereka lebih mempercayai bahwa merendam dan mencuci pakaian dengan deterjen bubuk, sedangkan kalangan sub urban mix antara bubuk dan liquid. Dan untuk kalangan urban, karena mereka banyak menggunakan mesin cuci maka lebih memilih deterjen berbentuk liquid. Namun, sebagian besar masih banyak yang suka pakai deterjen bubuk," kata Joanna Elizabeth Samuel, Product Manager So Klin Fabric di acara House of So Klin di Central Park, Kamis (7/5/2015).
Seiring perkembangan teknologi dan kebutuhan konsumen yang menginginkan deterjen yang bisa cepat membersihkan noda dan praktis, So Klin menghadirkan produk unggulannya yaitu So Klin Liquid.
Joanna menjelaskan bahwa deterjen liquid lebih mudah larut dalam air dan mampu menyerap hingga serat terdalam serta lembut di tangan dan mudah dibilas.
"Bagi ibu-ibu yang memiliki tingkat kesibukan yang tinggi dan menggunakan mesin cuci dalam mencuci pakaiannya, sebaiknya pilih deterjen liquid yang cepat menghilangkan noda dan tidak merusak mesin cuci karena low foam yaitu busa tidak berlebihan," beber Joanna. (Maslim)
Hampir semua produk toiletris Wings menempel ketat produk sejenis milik raksasa Unilever. Sekadar menyebut contoh: Nuvo dengan Lifebuoy, So Klin dengan Rinso, So Klin Pewangi dengan Molto, Sunlight dengan Mama Lemon. Di mata Handito Joewono, Chief Strategy Consultant Arrbey, produk toiletris Wings memang terbukti memiliki posisi yang cukup kuat di pasar. Wings cukup mampu menghadapi pemain asing seperti Unilever. Menjadi nomor satu atau dua ungkapnya.
Kedigdayaan Wings tak hanya di ranah toiletris yang mampu membuat raksasa toiletris dunia Unilever ketar-ketir. Di industri makanan pun, raksasa Indofood dibuat kalang kabut dengan kehadiran Mie Sedaap yang diluncurkan Wings pada April 2003. Hanya dalam tempo setahun, Mie Sedaap berhasil mencuri 12% pangsa pasar Indofood. Meski tidak ada data angka, pertumbuhan Mie Sedaap terus melejit. Hal ini terlihat dari penambahan mesin dan kapasitas produksi di dua pabrik Gresik dan Bekasi. Tak pelak, Indofood yang selama ini melenggang sendirian tertohok dan secara agresif langsung meluncurkan tiga merek tandingan: Mie Sayaaap, Sarimi dan SuperMi Sedaaap. Selain merangsek pasar dengan Mie Sedaap, Grup Wings juga membombardir pasar dengan produk minuman Jas-Jus dan Ale-Ale. Kedua produk ini terlihat cukup mengkilap di pasar.
Tak hanya berjaya di bisnis toiletris dan makanan. Kelompok usaha yang dibangun oleh duet Johanes Ferdinand Katuari dan Harjo Sutanto pada 1948 ini telah menggurita ke berbagai sektor. Kelapa sawit, perbankan, bahan bangunan, kimia, dan properti pun dirambahnya. Di bisnis properti, Grup Wings memiliki sejumlah proyek perumahan prestisius, sebut saja Raffles Hill di Cibubur yang diambil alih dari PT Gunung Subur Sentosa karena kesulitan likuiditas saat krismon 1998. Di Surabaya, Grup Wings membangun perumahan Nirwana Executive, Palem Indah, dan Palem Indah Permai.
Properti ritel komersial juga dilirik. Bergandengan dengan raksasa rokok Grup Djarum, mereka membesut Pulau Gadung Trade Center lewat bendera PT Nagaraja Lestari. Tak hanya di proyek tersebut kolaborasi dua raksasa itu, kabarnya di proyek Superblok Grand Indonesia Jakarta pun, Grup Wings punya andil cukup besar. Boleh jadi kolaborasi ini dipicu karena mereka menjalin hubungan besan. Masih di bisnis properti, Grup Wings juga mengibarkan Apartemen Patra Maisonette di Jakarta.
Di bisnis bahan bangunan, Grup Wings mengembangkan keramik lantai dengan merek Milan (Milan Ceramics) sejak tahun 1989. Selain memproduksi Milan, di bawah PT Adyabuana Persada juga mengembangkan merek Hercules. Selain itu, bergandengan dengan Siam Cement (Thailand) sejak 1997 Grup Wings masuk ke bisnis papan gipsum dan plester gipsum. Menggunakan bendera PT Siam-Indo Gypsum Industry, merek yang dikembangkan adalah Elephant. Masih bermitra dengan Siam Cement, lewat PT Siam-Indo Concrete Product, Wings memproduksi bahan semen fiber untuk pengatapan. Selain itu, Wings pun merambah bisnis genteng keramik clay dengan merek M-Class.
Di sektor keuangan, Grup Wings masuk ke bisnis sekuritas dengan mengakuisisi PT UOB Kay Hian Securities pada 1994. Tahun 2001, Wings kembali mengibarkan perusahaan sekuritas dengan bendera Ekokapital Sekuritas. Di sektor keuangan, Wings juga mengibarkan Bank Ekonomi. Tahun lalu, 98,96% saham Bank Ekonomi dijual ke HSBC dengan nilai sekitar Rp 7 triliun.
Dengan gurita bisnis tersebut, diperkirakan total kekayaan Grup Wings mencapai Rp 13 triliun. Dan, sejak 2006, keluarga Katuari sudah masuk 10 besar pengusaha terkaya di Indonesia versi Majalah Forbes. Menurut Handito, meski masuk ke berbagai ranah bisnis, Grup Wings masih akan fokus pada dua bisnis utamanya: toiletris dan makanan. Mereka memiliki komitmen yang sangat besar dalam membesarkan kedua bisnis tersebut. Dan hasilnya cukup terlihat, di mana Wings cukup mampu menghadapi pemain-pemain asing seperti Unilever,
Handito menegaskan. Menurut Handito, penting bagi Grup Wings terus memperhatikan dua pilar yang telah melambungkan perusahaan yang berawal dari home industry menjadi raksasa bisnis ini. Grup Wings tidak boleh kehilangan konsentrasinya dalam mengembangkan dua pilar bisnis yang memiliki banyak ragam jenis produk. “Bagaimanapun Wings adalah salah satu raja toiletris dan calon raja makanan,� ungkapnya.
Dalam pengamatannya, saat ini posisi produk makanan Wings memang belum sebesar produk toiletrisnya. Bukan berarti, Wings tidak mampu membesarkan usaha makanannya itu. Ia melihat dalam lima tahun terakhir ini Wings memang terlihat berusaha membesarkan usaha makanannya hingga mampu menjadi ancaman bagi para pesaing yang telah ada sebelumnya. Lihat saja gebrakannya lewat Mie Sedaap yang membuat Indofood kebakaran jenggot karena pangsa pasar Indomie tergerus.
Senada Handito, pengamat pemasaran Yadi Budhisetiawan dari ForceOne juga menilai keunggulan Grup Wings memang pada bisnis fast moving consumer goods (FMCG) yang menjadi bisnis inti Grup Wings. Ia menilai pertumbuhan grup ini sangat fenomenal. Pertumbuhannya bisa sampai 20% per tahun. Itu sangat fenomenal karena jika dihitung inflasi saja 6%, bisa tiga kali lipat dari inflasi, ujarnya.
Ia melihat ada tiga faktor yang melatarbelakangi kesuksesan di bidang ini. Pertama, Wings menghasilkan produk yang terjangkau masyarakat luas. Kedua, kuat dalam jaringan distribusi sehingga ketika meluncurkan produk baru lebih mudah dengan dukungan distribusi yang luas dan dalam. Ketiga, menguasai industri oleochemical sehingga industri toiletris bisa dikuasai.
Kekuatan Grup Wings di bisnis toiletris karena menguasai juga bisnis hulunya. Wings memang sangat visioner dan mempunyai konsep yang jelas dalam mengarap industri. Pola ekspansi Grup Wings biasanya dengan lebih dulu menguasai industri hulu sebelum menggarap hilirnya. Nah, di industri hulu yang menjadi kekuatannya, Grup Wings menjadi produsen alkylbenzene bahan baku utama detergen � terbesar di Asia Pasifik lewat PT Unggul Indah Cahaya. Dengan kapasitas terpasang lebih dari 200 ribu metrik ton per tahun, perusahaan ini memasok Wings dan sejumlah produsen lokal, serta melempar ke negara ASEAN, Eropa, Amerika Serikat dan Australia.
Masih di industri hulu, Grup Wings bergandengan dengan Grup Djarum dan Grup Lautan Luas membeli Ecogreen Oleochemical dari Grup Salim. Ecogreen adalah produsen oleochemical terbesar di dunia dengan kapasitas produksi lebih dari 100 ribu metrik ton per tahun. Oleochemical adalah bahan baku industri perawatan tubuh, sabun, detergen, makanan, plastik, farmasi, dan berbagai industri lain. Produksi Ecogreen, 95% diekspor dengan pasar utama negara Asia (50%) seperti Jepang, Cina dan Korea; Eropa (20%); dan AS (20%).
Sejatinya, tak hanya produk Ecogreen yang diekspor. Produk toiletris dan makanan juga mendapat respons cukup bagus di pasar mancanegara. Menurut pengamatan Yadi, produk toiletris Grup Wings sampai ke pasar Afrika. Ia mengatakan, untuk pasar global memang Grup Wings belum bisa disejajarkan dengan pemain seperti Unilever karena masih tumbuh di pasar negara developing dan underdeveloping. Namun, untuk masuk ke pasar negara berkembang ini upaya Wings dengan penetrasi produk detergennya cukup brilian karena masuk dengan ukuran kecil, ½ kg dan 1 kg. Bandingkan dengan produsen asal AS atau Eropa yang mengemas produk detergennya berukuran 3-5 kg.
Untuk bisa menjadi pemain global dan bisa disejajarkan dengan perusahaan sekelas Unilever, Yadi menyarankan agar Grup Wings terus meluaskan pasarnya ke negara berkembang yang jumlah penduduknya banyak seperti Amerika latin, India, termasuk ke Cina. Sementara Handito menyarankan agar Grup Wings membangun merek dan tim pemasaran di luar negeri untuk lebih bisa menggarap pasar luar. Ia menandaskan, jaringan distribusi ke luar negeri perlu diperkuat. “Saya harapkan Grup Wings bisa jadi seperti P&G-nya Indonesia,� katanya.
Menurut A.B. Susanto, Managing Partner The Jakarta Consultant Group, kelompok usaha yang sekarang dimotori generasi kedua Katuari ini sudah menunjukkan eksistensinya di pasar regional.Beberapa produknya diekspor ke beberapa negara, imbuhnya. Untuk menjadi pemain global, menurutnya, harus mempunyai visi yang diikuti dengan perencanaan strategi perusahaan yang bagus. Dari rekam jejak perjalanan Grup Wings, kelompok usaha ini dijalankan dengan visi dan konsep yang jelas.
Menurut Yadi, Grup Wings yang tumbuh dari bisnis keluarga ini unik sekali karena melibatkan semua keluarga, sampai om, tante, dan keponakan pun dilibatkan.Mereka bisa kompak bekerja menumbuhkan perusahaan katanya. Berbagai kalangan memang menilai meski perusahaan keluarga, Wings sangat solid. Meski menguasai kepemilikan, di beberapa perusahaan keluarga Katuari tak selalu menjadi pucuk pimpinan. Sejauh ini Handito menilai, keluarga Katuari men-treat bisnisnya dengan profesional. Mereka juga banyak menggunakan tenaga profesional di perusahaan.Dan hasilnya terlihat dari pencapaian mereka sejauh ini, ujarnya...
MENCUCI pakaian adalah aktivitas yang selalu dilakukan hampir setiap hari oleh seluruh masyarakat, baik wanita maupun pria.
Umumnya kegiatan mencuci ada yang dilakukan secara tradisional yaitu dengan menggunakan tangan, atau mesin cuci.
Pemilihan deterjen untuk digunakan saat merendam dan mencuci pakaian pun beragam. Ada yang menyukai deterjen bubuk hingga deterjen dengan jenis liquid.
"Pada kalangan bawah umumnya mereka memilih deterjen berbentuk bubuk, karena sudah tradisi mereka lebih mempercayai bahwa merendam dan mencuci pakaian dengan deterjen bubuk, sedangkan kalangan sub urban mix antara bubuk dan liquid. Dan untuk kalangan urban, karena mereka banyak menggunakan mesin cuci maka lebih memilih deterjen berbentuk liquid. Namun, sebagian besar masih banyak yang suka pakai deterjen bubuk," kata Joanna Elizabeth Samuel, Product Manager So Klin Fabric di acara House of So Klin di Central Park, Kamis (7/5/2015).
Seiring perkembangan teknologi dan kebutuhan konsumen yang menginginkan deterjen yang bisa cepat membersihkan noda dan praktis, So Klin menghadirkan produk unggulannya yaitu So Klin Liquid.
Joanna menjelaskan bahwa deterjen liquid lebih mudah larut dalam air dan mampu menyerap hingga serat terdalam serta lembut di tangan dan mudah dibilas.
"Bagi ibu-ibu yang memiliki tingkat kesibukan yang tinggi dan menggunakan mesin cuci dalam mencuci pakaiannya, sebaiknya pilih deterjen liquid yang cepat menghilangkan noda dan tidak merusak mesin cuci karena low foam yaitu busa tidak berlebihan," beber Joanna. (Maslim)
No comments