Kelayakan Proyek Kereta Api Cepat Dikaji
Menteri Perhubungan Ignasius Jonan |
Jakarta, Laras Post Online � Sebuah perusahaan dari Jepang, yakni Japan International Cooperation Agency (JICA) sebagai calon investor proyek Kereta Api Cepat Jakarta-Bandung, mengemukakan beberapa hal menyangkut proyek tersebut, diantaranya soal, progress proyek, keunggulan HSR Jepang, analisis demand, analisis ekonomi dan pendanaan proyek (PPP Model).
Hal itu disampaikan pada forum pembahasan akhir studi kelayakan proyek Kereta Api Cepat Jakarta-Bandung Tahap I, Jumat (10/04/2015) di Kementerian Perekonomian.
Peserta rapat yang hadir ada Perwakilan Dit. Sarana Prasarana, Bappenas; Perwakilan Dit. Tata Ruang dan Pertanahan, Bappenas, Perwakilan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Perwakilan Kementrian PUPR, Perwakilan Kementrian ATR, Perwakilan Kementerian Perhubungan, Perwakilan Bappeda Provinsi Jabar, Perwakilan Bappeda Provinsi DKI Jakarta, Perwakilan JICA, dan Perwakilan Tim Tenaga Ahli Terkait.
Beberapa Kementerian atau Lembaga yang mengikuti diskusi mengemukakan beberapa permintaan dan pertanyaan kepada JICA yaitu, terkait, pemilihan rute, mekanisme PPP Model, groundbreaking pendanaan multiyears selama 50 tahun, sinkronisasi dengan rencana tata ruang dan mekanisme transfer teknologi.
Pembangunan kereta api cepat di Indonesia bertujuan sebagai alternatif sarana transportasi Jakarta-Bandung yang lebih efektif dan efisien. Selain itu, diharapkan pembangunan proyek ini juga dapat berkontribusi pada peningkatan perekonomian dan penyerapan tenaga kerja.
Konsep yang digunakan pada pembangunan kereta api cepat adalah konsep Transit Oriented Development (TOD). Tujuannya untuk mengarahkan perkembangan agar lebih terpusat atau beraglomerasi serta mempermudah konektivitas transportasi dan mengoptimalkan mobilitas masyarakat.
Adapun informasi penting yang dibahas dalam diskusi itu, yakni proyek kereta api cepat (high speed railway) Jakarta�Bandung Tahap I adalah proyek new iniciative karena berada di luar RPJMN. Proyek ini merupakan proyek jangka panjang yang membutuhkan pendanaan yang besar, sehingga membutuhkan komitmen yang besar dari pemerintah. Posisinya sebagai new iniciatives bukan prioritas pemerintah yang tercantum di dalam RPJMN berpotensi menimbulkan permasalahan di kemudian hari.
Pemilihan rute (route alignment) Jakarta-Bandung dipertanyakan. Pembangunan kereta api cepat (high speed railways) diharapkan dapat mendukung pembangunan Bandara Kertajati yang merupakan prioritas pemerintah, sehingga seharusnya rute yang ditetapkan ke Cirebon tidak perlu ke Bandung.
Saat ini tidak hanya investor dari Jepang (JICA) yang ingin berinvestasi dalam proyek pembangunan kereta api cepat tetapi ada juga negara lain yang sedang bernegosiasi. Mekanisme PPP yang ditawarkan Jepang (JICA) dinilai terlalu berat karena pemerintah harus menanggung sekitar 16% dari keseluruhan biaya (land acquisition, engineering services, management cost, VAT exemption). Oleh karena itu, di dalam diskusi juga diminta kepada pihak Jepang (JICA) untuk melakukan penghitungan ulang model PPP apabila kontribusi pemerintah Indonesia 0%.
Skema pendanaan proyek pembangunan kerata api cepat Jakarta-Bandung merupakan pendanaan multiyears selama 50 tahun. Jepang (JICA) diminta untuk melakukan groundbreaking terkait skema pendanaannya.
Proyek pembangunan kerata api cepat sudah tercantum di dalam RTR Pulau Jawa-Bali. Namun tetap diperlukan adanya kajian yang bertujuan agar pembangunan proyek kereta api cepat tidak bertentangan dengan rencana tata ruang lainnya seperti RTRWN, RTRW Provinsi, RTRW Kab/Kota, dan rencana tata ruang lainnya yang lebih detil.
Pada tahun ini akan dilakukan revisi RTRWN sehingga memungkinkan pembahasan mengenai proyek pembangunan kereta api cepat tersebut. BKPRN diharapkan dapat memfasilitasi penyelarasan pembangunan proyek kereta api cepat dengan rencana tata ruang wilayah yang berlaku. (tim)
No comments